I) Sifat2
yang tak dapat diberikan (Incommunicable attributes).
A) Self
existence (= ada dari dirinya sendiri).
1) Karena Allah itu ada dari diriNya sendiri,
maka ini menunjukkan bahwa Ia mempunyai sifat independent (= tak
tergantung).
Apa saja yang independent?
- Diri / keberadaan Allah (Yoh 5:26).
- Sifat-sifatNya.
- ketetapan-ketetapanNya / rencanaNya (Maz 33:11 Ro 9:10-18).
- pikiranNya (Ro 11:33-34).
- kehendakNya (Daniel 4:35 Ro 9:19 Ef 1:5 Wah 4:11).
- tindakanNya (Maz 115:3).
2) Karena Allah adalah satu-satunya yang
mempunyai sifat self-exist-ence, dan segala sesuatu yang lain di luar
diri Allah ada hanya melalui Dia dan dipelihara olehNya, maka ini juga berarti
bahwa segala sesuatu tergantung kepada Dia (Maz 94:17-19 Neh 9:6 Maz 104:27-30
Kis 17:28 1Tim 6:13 Ibr 1:3).
B) Immutability
(= sifat tetap / tidak bisa berubah).
1) Kesempurnaan Allah menyebabkan Dia tidak bisa
berubah, baik diriNya (Maz 102:26-28 Mal 3:6 Yak 1:17) maupun tujuan / maksud /
janji-janjiNya (Yes 14:24,27 Yes 46:10).
Allah tidak bisa menjadi makin baik atau makin
jelek, karena hal itu menunjukkan Ia tidak sempurna.
Tetapi perlu dingat bahwa sekalipun Allah tidak
berubah, tetapi:
a) TindakanNya bisa berubah, dalam arti, bisa
saja Ia tidak mau melakukan lagi apa yang dulu pernah Ia lakukan.
Misalnya:
o
dulu Ia pernah menghancurkan manusia dengan air bah, tetapi Ia
berjanji tidak akan mengulang hal itu (Kej 9:12-16).
o
dulu Ia pernah memimpin Israel menggunakan tiang awan dan tiang
api, tetapi dalam sepanjang Kitab Suci, Ia tidak pernah mengulangi tindakan itu.
b) CaraNya bisa berubah (Ibr 1:1).
Karena itu jangan menggunakan
ketidak-bisa-berubahan Allah ini sebagai dasar untuk berkata bahwa kalau dulu Ia
membangkitkan orang mati, sekarang Ia pasti juga membangkitkan orang mati, kalau
dulu Ia berfirman dengan menggunakan mimpi, malaikat dsb, maka sekarang Ia pasti
juga melakukan hal yang sama. Ini salah!
2) Manusia bisa berubah dan hubungan antara Allah
dan manusia bisa berubah, tetapi Allah sendiri tidak bisa berubah.
C) Infinity
(= ketidakterbatasan).
Beberapa aspek dari ketidak-terbatasan Allah:
1) KesempurnaanNya yang mutlak (His absolute
perfection).
KesempurnaanNya menjadi sifat dari semua
sifat-sifat yang dapat diberikan (Communicable attributes). Jadi, kuasa
Allah, kesucian Allah, pengetahuan Allah, hikmat Allah, kasih / kebenaran Allah
itu sempurna.
KesempurnaanNya menyebabkan Ia tidak mempunyai
batas ataupun cacat cela (Ayub 11:7-9 Maz 145:3 Mat 5:48).
2) KekekalanNya (His eternity).
Ini adalah ketidak-terbatasan Allah di dalam hal
waktu.
KekekalanNya berarti:
- Ia ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya (Maz 90:2 Maz 102:13 Wah 1:8,17).
- Ia tidak terbatas oleh waktu / Ia melampaui semua batasan waktu (2Pet 3:8). Ia tidak mempunyai waktu lampau, sekarang, atau akan datang.
Ada orang yang mengatakan: "He is the
eternal ‘I am’" (= Ia adalah ‘I am’ yang kekal).
Bdk. Yoh 8:58 (NIV): ‘Before Abraham was
born, I am’.
3) Kebesaran / keluasan Allah (His immensity).
Ini adalah ketidak-terbatasan Allah di dalam hal
tempat.
Artinya:
- Ia melampaui semua batasan-batasan tempat (1Raja-raja 8:27 Yes 66:1 Yer 23:24b).
- Ia ada / hadir di setiap tempat dengan seluruh keberadaanNya / seluruh diriNya (His whole being) (Kis 17:27-28 Yer 23:23 Maz 139:7-10 Mat 18:20 Mat 28:20 Yoh 1:18 Yoh 14:23).
Jadi, jangan membayangkan seakan-akan Allah
adalah seperti gas yang menyebar, sebagian ada di sini dan sebagian ada di situ.
Juga jangan membayangkan seakan-akan Allah seperti raksasa yang besar, dimana di
sini hanya ada tangannya, di situ hanya ada kakinya dsb.
Yang benar adalah: seluruh Allah ada di
mana-mana. Hati-hati dengan ajaran sesat yang mengatakan bahwa yang maha ada /
ada dimana-mana itu bukanlah Allahnya, tetapi kehendak Allah atau kuasa Allah
atau pengetahuan Allah. Ini salah / sesat! Yang maha ada adalah Allahnya
sendiri.
Kita tidak perlu merasa menghina Allah kalau kita
mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana, bahkan ditempat-tempat yang kotor (got,
tempat sampah, dsb), dan di neraka sekalipun!
Ada orang yang bertanya: ‘Where is God?’
(= dimanakah Allah?) yang lalu dijawab dengan pertanyaan: ‘Where is He
not?’ (= dimana Ia tidak ada?).
Kalau dalam Kitab Suci dikatakan Allah datang,
pergi, turun, naik, dsb (Kej 11:5-7 Hakim-hakim 13:20), itu semua hanyalah
bahasa Anthropomorphism (= bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah
manusia).
Kalau dikatakan bahwa dosa memisahkan manusia
dengan Allah, maka itu hanya menunjukkan perpisahan rohani, bukan secara jasmani
/ fisik.
Dalam kemahadaaan Allah ini terlihat sifat ‘transcendent’
dan ‘immanent’ dari Allah.
- ‘Transcendent’ artinya: ‘that exists apart from the material universe’ (= yang ada di luar alam semesta yang bersifat materi).
Deisme hanya menekankan sifat transcendent
dari Allah.
- ‘Immanent’ merupakan lawan kata dari ‘transcendent’, artinya: ‘present throughout the universe’ (= ada / hadir di setiap tempat dalam alam semesta).
Berlawanan dengan Deisme, maka Pantheisme hanya
menekan-kan sifat immanent dari Allah.
Baik Deisme maupun Pantheisme adalah salah /
sesat, karena Allah mempunyai kedua sifat ini, dan ini terlihat dengan jelas
dalam Yer 23:23.
Istilah ‘immensity’ hampir sama dengan
‘omnipresence’ (= kemaha-adaan), tetapi:
- Immensity lebih menekankan ‘Allah tidak dibatasi tempat’.
- Omnipresence lebih menekankan ‘Allah ada di mana-mana dengan seluruh keberadaanNya diriNya’.
Sekalipun Allah itu ada / hadir dimana-mana,
tetapi Allah tidak hadir di semua tempat dengan sikap dan arti yang sama.
Louis Berkhof: "This does not
mean, however, that He is equally present and present in the same sense in all
His creatures" (= Tetapi ini tidak berarti bahwa Ia hadir secara sama
dan hadir dalam arti yang sama dalam semua makhluk ciptaanNya) - ‘Systematic
Theology’, hal 61.
Herman Bavinck: "He is not
present in the same degree and manner everywhere" (= Ia tidak hadir
dalam tingkat dan cara yang sama di mana-mana) - ‘The Doctrine of
God’, hal 157.
Misalnya:
- KehadiranNya di surga berbeda dengan di bumi.
- KehadiranNya pada benda berbeda dengan kehadiranNya pada binatang.
- KehadiranNya pada binatang berbeda dengan kehadiranNya pada manusia.
- KehadiranNya pada orang kafir berbeda dengan kehadiranNya pada orang kristen.
- KehadiranNya pada orang kristen yang tidak memberitakan Injil berbeda dengan kehadiranNya pada orang kristen yang memberitakan Injil (bdk. Mat 28:19-20).
- KehadiranNya pada orang kristen / gereja berbeda dengan kehadiranNya pada diri Kristus sendiri (Bdk. Yoh 3:34 dan Kol 2:9 dengan Yoh 1:16).
Illustrasi: Polisi hadir bersama presiden
maupun bersama penjahat, tetapi waktu hadir bersama presiden, ia hadir dengan
sikap hormat dan bertujuan melindungi, sedangkan waktu hadir bersama penjahat,
ia hadir untuk mengawasi supaya penjahat itu tidak lari. Ini jelas menunjukkan
cara hadir yang berbeda.
Penerapan:
- Kalau kita berdoa: ‘Tuhan, hadirlah dalam kebaktian ini’, maka itu tidak berarti bahwa kalau kita tidak berdoa Ia lalu tidak hadir. Ten-tu saja Ia sudah hadir. Tetapi kalau Ia sudah hadir, untuk apa kita meminta Ia hadir lagi? Supaya Ia hadir dengan cara yang berbeda, yaitu hadir untuk melindungi kita dari setan, untuk menguasai dan menerangi hati dan pikiran kita, dan untuk memberkati kita.
- Untuk orang kristen yang betul-betul hidup sesuai kehendak Tu-han, sifat maha ada dari Allah ini menyenangkan dan memberi damai / sukacita. Untuk orang kristen yang berdosa, ini tidak me-nyenangkan. Untuk orang kafir, ini mengerikan! Karena itu setiap mau berbuat dosa, baik berdusta, menipu, ngerpek, berzinah, dsb, pikirkan bahwa Allah itu ada di dekat saudara dan mengawasi saudara!
D) The Unity
of God (= Kesatuan Allah).
Louis Berkhof membedakan 2 macam kesatuan:
1) Unitas Singularitatis.
Ini menekankan:
a) Allah itu hanya satu (Ul 6:4 1Raja-raja 8:60
1Kor 8:6 1Tim 2:5).
b) Allah itu unik, tidak ada yang seperti Dia
(Kel 15:11 Yes 46:9).
Keunikan Allah ini menyebabkan berhala itu
dilarang.
2) The Unitas Simplicitatis.
Ini menekankan bahwa Allah itu tidak terbagi-bagi
atas komponen-komponen yang membentuk Allah. Berbeda dengan manusia yang terdiri
dari tubuh dan jiwa / roh, dan tubuhnya terdiri dari daging, tulang, darah, dsb,
maka Allah tidak terdiri dari komponen-komponen seperti itu.
Ingat bahwa:
a) 3 pribadi dalam Allah Tritunggal bukanlah 3
bagian yang memben-tuk hakekat ilahi. Ke tiga pribadi ini sekalipun bisa
dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan.
b) Sifat-sifat Allah dan hakekat ilahi juga tidak
terpisahkan.
II) Sifat2
yang dapat diberikan (Communicable attributes).
A) Personal
Spirit (= Roh yang berpribadi).
1) Kepribadian Allah.
a) Kepribadian yang sempurna hanya ada pada diri
Allah sedangkan kepribadian manusia hanyalah suatu ‘copy’ dari kepribadian
Allah.
b) Tiga kepribadian dalam Allah tidak mempunyai
analogi dalam diri manusia.
Ada yang menganalogikan tiga kepribadian dalam
Allah itu dengan Trichotomy (doktrin yang mengatakan bahwa manusia terdiri dari
3 bagian, yaitu tubuh, jiwa, dan roh). Tetapi ini salah, karena berten-tangan
dengan banyak bagian Kitab Suci yang menunjukkan bah-wa manusia terdiri hanya
dari 2 bagian, yaitu ‘tubuh’ dan ‘jiwa atau roh’. Ini dibahas dalam
Anthropology (Doktrin Manusia).
2) Allah adalah Roh (Yoh 4:24).
a) Allah adalah Roh.
Malaikat dan setan juga adalah roh. Manusia juga
mempunyai roh. Tetapi semua itu berbeda, karena Allah adalah Roh yang sem-purna.
b) Allah adalah seseorang yang tidak bersifat
materi dan karena itu Ia tidak bisa terlihat (1Tim 1:17 1Tim 6:15-16).
Tetapi pada saat Ia menghendaki, maka Ia bisa
menampakkan diri.
B) Omniscience
(= Kemahatahuan).
1) Bahwa Allah itu maha tahu dinyatakan secara
jelas dalam 1Sam 2:3 Yes 40:27-28.
2) Berbeda dengan pengetahuan pada manusia,
pengetahuan Allah tidak didapatkan dari luar diriNya, melalui pengamatan /
penyelidikan atau melalui proses berpikir (bdk. Ro 11:33-34).
3) Pengetahuan Allah sempurna, dalam arti:
a) Pengetahuan Allah tidak bisa salah.
b) Allah mengetahui segala sesuatu.
o
DiriNya sendiri.
o
Hal-hal di waktu lampau, sekarang, maupun yang akan datang (Yes
42:9 Mat 6:8).
o
Hal-hal yang tersembunyi (1Sam 16:7 1Taw 28:9 Ayub 34:21-22
Maz 68:18 Maz 139:11-12 Yes 29:15).
C) Wisdom
(= Hikmat / kebijaksanaan Allah).
Hikmat Allah adalah aspek khusus dari pengetahuan
Allah.
Pengetahuan tidak sama dengan hikmat, tetapi
keduanya berhubungan sangat erat (Amsal 8 Ro 11:33-34). Baik hikmat maupun
pengetahuan Allah adalah sempurna.
Definisi hikmat:
- H. B. Smith: "Sifat Allah dengan mana Ia menghasilkan hasil yang terbaik dengan menggunakan jalan yang terbaik".
- Louis Berkhof: "the perfection of God whereby He apllies His knowledge to the attainment of His ends in a way which glorifies Him most" (= Kesempurnaan Allah dengan mana Ia menerapkan pengetahuanNya untuk mencapai tujuanNya melalui jalan yang paling memuliakan Allah) - ‘Systematic Theology’, hal 69.
D) Goodness
(= Kebaikan Allah).
Beberapa aspek dari kebaikan Allah:
1) Kebaikan Allah kepada ciptaanNya secara umum
(Maz 36:6-7 Maz 104:21 Maz 145:9,15,16 Mat 5:45 Mat 6:26 Luk 6:35 Kis 14:17).
2) Kasih Allah.
- Allah tetap mengasihi orang berdosa sekalipun Ia membenci dosa-nya (Yoh 3:16).
- Allah mengasihi orang percaya dengan kasih yang khusus (Ro 9:13). Sifat adil tidak berarti bahwa Allah mengasihi / memberi secara sama rata! Ayat-ayat Kitab Suci seperti 1Kor 10:13 Ro 8:28 Yer 29:11 berlaku hanya untuk orang percaya / pilihan.
3) Kasih karunia Allah (The grace of God).
- Kasih karunia adalah pemberian kebaikan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak berlayak menerimanya.
- Kasih karunia Allah adalah sumber segala berkat rohani yang diberikan kepada manusia (Ef 1:6-7 Ef 2:7-9).
4) Belas kasihan / rakhmat / kemurahan hati Allah
(The mercy of God).
- Ini adalah kebaikan / kasih Allah yang ditunjukkan kepada mereka yang ada di dalam kesukaran / kesengsaraan, sekalipun kesukar-an / kesengsaraan itu diakibatkan oleh dosa mereka.
- Ini berhubungan erat dengan kasih karunia.
5) Kepanjang-sabaran Allah (The long suffering
of God).
- Ini adalah kebaikan / kasih Allah terhadap orang-orang yang terus berbuat dosa sekalipun sudah diperingatkan.
- Sifat ini dinyatakan dengan menunda penghukuman (Ro 2:4 Ro 9:22 2Pet 3:9,15). Tetapi kalau adanya penundaan hukuman itu terus tidak mentobatkan orang yang berdosa itu, maka Allah akan melaksanakan keadilanNya dengan menghukum orang itu (Nahum 1:3 Ro 2:5-11).
E) Holiness
(= Kekudusan).
1) Kekudusan berarti ‘berbeda dengan’ atau
‘terpisah dari’.
Kalau kita mengatakan bahwa Allah itu kudus, maka
itu bisa berarti:
a) Diri Allah memang berbeda dengan seluruh
ciptaanNya (Kel 15:11 1Sam 2:2). Yang dimaksud di sini bukan berbeda
dalam sifat mo-ral, tetapi bahwa diri Allah memang berbeda dengan ciptaanNya.
b) Allah terpisah dari dosa / kejahatan moral.
Ini menyebabkan:
o
Allah tidak bisa berhubungan dengan dosa (Ayub 34:10 Yes
59:1-2 Hab 1:13 1Yoh 1:5 1Yoh 3:5).
o
Allah tidak bisa berbuat dosa / kejahatan moral (Tit 1:2 Ibr 6:18
2Tim 2:13).
2) Perwujudan dari kekudusan Allah.
a) Kekudusan Allah dinyatakan dalam hukum moral
yang ditanamkan dalam hati manusia / hati nurani (Ro 2:15).
b) Kekudusan Allah dinyatakan secara khusus dalam
hukum-hukum dalam Firman Tuhan / Kitab Suci. Karena itu jangan heran dan
menganggap Allah itu tidak masuk akal karena Ia memberikan hukum-hukum yang
begitu tinggi seperti Mat 5:28,44 dsb. Sebetul-nya hukum-hukum itu tidak terlalu
tinggi andaikata manusia tidak jatuh ke dalam dosa. Tetapi setelah manusia jatuh
ke dalam dosa, semua manusia dikuasai oleh dosa, dan condong kepada dosa
sehingga tidak lagi mampu melakukan hukum-hukum Tuhan itu. Tetapi melihat hal
ini Tuhan tidak lalu menurunkan tingkat hukum-hukumNya, karena kalau Ia
melakukan hal ini maka itu menunjuk-kan bahwa Ia tidak kudus / kurang kudus.
c) Kekudusan Allah dinyatakan melalui pahala yang
Allah berikan kepada orang-orang yang mentaati hukum-hukumNya.
d) Kekudusan Allah dinyatakan melalui hukuman
yang Ia berikan kepada orang-orang yang melanggar hukum-hukumNya.
e) Kekudusan Allah dinyatakan oleh Yesus yang
disebut sebagai ‘Yang Kudus dan Benar’ (Kis 3:14). Yesus menyatakan
kekudusan Allah melalui hidupNya yang suci.
f) Kekudusan Allah dinyatakan dalam Gereja
sebagai tubuh Kristus (1Pet 1:15-16 1Yoh 2:6).
F) Righteousness
(= Kebenaran).
Kebenaran sebetulnya berarti suatu ketaatan yang
ketat terhadap hukum. Karena itu banyak orang yang berpendapat bahwa kita tidak
bisa berbicara tentang kebenaran dalam Allah karena tidak ada hukum di atas
Allah. Tetapi sekalipun tidak ada hukum di atas Allah, pastilah ada hukum di
dalam diri Allah sendiri (bdk. 2Tim 2:13).
G) Justice
(= Keadilan).
1) Keadilan yang menguntungkan (Remunerative
justice).
Ini dinyatakan dengan memberikan pahala kepada
manusia. Hal ini sebenarnya merupakan perwujudan dari kasih ilahi. Pahala
diberikan, sebenarnya bukan karena kita betul-betul berjasa dan layak
meneri-manya, tetapi karena adanya janji Allah (Ul 7:9,12-13 Maz 58:12 Mat
25:21,34 Ro 2:6-7 Luk 17:10 1Kor 4:7).
2) Keadilan pembalasan (Retributive justice).
Ini berhubungan dengan pemberian hukuman sebagai
perwujudan dari murka Allah (Ro 2:8-9 Ro 12:19 2Tes 1:8-9). Perlu
diperhatikan bahwa sekalipun manusia tidak berhak / tidak layak menerima pahala,
tetapi ia betul-betul layak menerima hukuman.
H) Sovereignty
(= Kedaulatan).
Kitab Suci menekankan kedaulatan Allah dengan
menyatakan bahwa:
- Allah adalah pencipta segala sesuatu.
- Kehendak Allah merupakan penyebab segala sesuatu.
- Langit, bumi dan segala isinya adalah milik Allah.
- Allah mempunyai hak / wewenang atas segala ciptaanNya.
- Allah menentukan tujuan segala sesuatu.
- Segala sesuatu tergantung kepada Dia dan tunduk kepada Dia.
- Ia memerintah sebagai raja dalam arti yang mutlak.
Dasar Kitab Suci: Kej 14:19-20 Kej 50:20
Kel 18:11 Ul 10:14,17 1Taw 29:11-12 2Taw 20:6 Neh 9:6 Maz 22:29
Maz 47:3-5,8-9 Maz 50:10-12 Maz 95:3-5 Maz 115:3 Maz 135:5-7
Luk 1:51-53 Kis 17:24-26 Wah 19:6.
Ada 2 hal yang penting dalam hal kedaulatan Allah
ini:
1) Kehendak Allah yang berdaulat (the sovereign
will of God).
a) Macam-macam kehendak Allah:
1. Kehendak Allah yang menunjuk pada
prinsip-prinsip kehidupan yang Ia berikan kepada manusia, dan ini mencakup baik
pe-rintah-perintah maupun larangan-larangan dari Allah untuk manusia.
Kehendak yang ini sering tidak terjadi, karena
manusianya tidak taat.
2. Kehendak Allah yang menunjuk pada hal yang
menyenangkan Allah kalau hal itu terjadi (1Tim 2:3-4 2Pet 3:9).
3. Kehendak Allah yang menunjuk pada RencanaNya
yang telah Ia tetapkan dalam kekekalan.
Kehendak yang ini pasti terlaksana dan tidak
mungkin digagal-kan oleh apapun / siapapun juga (Ayub 23:13 Ayub 42:1-2
Maz 33:10-11 Yes 14:24-27 Yes 46:10-11 Ibr 6:17).
Kehendak Allah yang kita bicarakan di sini
adalah kehendak Allah dalam arti yang ke 3.
b) Kehendak Allah adalah penyebab dari segala
sesuatu:
o
penciptaan dan pemeliharaan (Maz 135:6-7 Wah 4:11).
o
pemerintah (Amsal 21:1 Daniel 4:35 Ro 13:1).
o
penderitaan Kristus (Luk 22:22 Kis 2:23 Kis 4:27-28 1Pet
1:20).
o
regeneration / kelahiran baru (Yak 1:18 Yoh 3:8).
o
pengudusan (Fil 2:13).
o
penderitaan orang percaya (1Pet 2:19 3:17 4:19).
o
kehidupan dan nasib manusia (Ro 15:32 Kis 4:27-28 Kis 17:26
Yak 4:15).
o
hal-hal yang terkecil dalam kehidupan kita (Mat 10:29-30).
o
Predestinasi, yang mencakup:
o
Election / Pemilihan (Mat 24:22,24,31 Mat 25:34 Yoh 5:21
Kis 13:48 Kis 18:10 Ro 8:29-30,33 Ro 9:6-26 Ro 11:5-7,25 Ef 1:4,5,11 2Tes
2:13 2Tim 1:9 1Pet 1:1-2).
o
Reprobation / penentuan binasa [Amsal 16:4 Yes 6:9-10
(Bdk. Mat 13:10-15 Mark 4:12 Luk 8:10 Yoh 12:39-40 Kis 28:26-27 Ro 11:8) Mat 11:25
Yoh 17:12 Ro 9:13,17-18,22 1Pet 2:8 Yudas 4).
1Pet 2:8 - "Mereka tersandung padanya,
karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah
disediakan".
Kitab Suci Indonesia ini salah terjemahan.
Perhatikan terjemahan-terjemahan bahasa Inggris di bawah ini:
o
NASB: "for they stumble because they are disobedient to
the word, and to this doom they were also appointed" (= karena
mereka tersandung karena mereka tidak taat kepada firman, dan pada tujuan /
nasib ini mereka juga telah ditetapkan).
o
NIV: "They stumble because they disobey the message - which
is also what they were destined for" (= Mereka tersandung karena
mereka tidak mentaati pesan / firman - yang juga merupakan apa yang telah
ditentukan untuk mereka).
o
KJV: "even to them which stumble at the word, being
disobedient: whereunto also they were appointed" (= bahkan bagi
mereka yang tersandung pada firman, karena tidak taat: untuk mana mereka juga
telah ditetapkan).
o
RSV: "for they stumble because they disobey the word, as
they were destined to do" (= karena mereka tersandung karena mereka
tidak mentaati firman, sebagaimana mereka telah ditentukan untuk melakukannya).
c) Kebebasan kehendak Allah (the freedom of
God’s will).
Kebebasan Allah tidak boleh diartikan bahwa Ia
menentukan se-gala sesuatu dengan sikap acuh tak acuh. Ia mempunyai
alasan-alasan yang menyebabkanNya menghendaki sesuatu terjadi.
Allah tidak bisa menghendaki sesuatu yang
bertentangan dengan sifat dasarNya (His nature), kebijaksanaanNya,
kasihNya, kebenar-anNya, keadilanNya dan kesucianNya.
d) Kehendak Allah dalam hubungannya dengan dosa.
1. Dalam Rencana Allah yang kekal juga terdapat
dosa; jadi Allah juga menentukan adanya dosa (Kis 2:23 Kis 4:27-28).
2. Allah bukan pencipta dosa (God is not the
author of sin).
3. Ada orang-orang yang menggunakan istilah
‘Allah mengijinkan adanya / terjadinya dosa’. Istilah ini boleh digunakan
tetapi harus disertai dengan pengertian yang benar.
‘Allah mengijinkan dosa’ tidak berarti bahwa
dosa itu mungkin terjadi, atau terjadi secara kebetulan, tetapi berarti
bahwa dosa itu pasti terjadi. Kata ‘mengijinkan’ berarti bahwa dalam
pelak-sanaan terjadinya dosa, Allah bekerja secara pasif.
4. Kehendak Allah untuk mengijinkan / menentukan
adanya dosa tidak berarti bahwa Ia senang melihat adanya / terjadinya dosa.
2) Kuasa Allah yang berdaulat (The sovereign
power of God).
Schleirmacher dan Strauss berkata bahwa kuasa
Allah terbatas pada hal-hal yang sungguh-sungguh Ia lakukan.
Tetapi Alkitab mengajarkan bahwa kuasa Allah
melampaui apa yang betul-betul Ia lakukan (Yer 32:27 Mat 3:9 Mat 26:53). Jadi
jelas bahwa Ia mempunyai kuasa untuk melakukan hal-hal yang dalam kenyataanNya
tidak Ia lakukan.
Tetapi Alkitab juga mengatakan bahwa ada banyak
hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh Allah. Ia tidak bisa berdusta, berdosa,
berubah, maupun menyangkal diriNya sendiri (Bil 23:19 1Sam 15:29 2Tim
2:13 Ibr 6:18 Tit 1:2 Yak 1:17).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar