Esra Alfred Soru
Persoalan
lain yang mengakibatkan perdebatan tentang cara baptisan adalah masalah
istilah-istilah dalam Alkitab yang biasanya ditafsirkan sebagai
indikasi ke arah cara baptisan tertentu. Kita akan mempelajari 2 istilah
yang sangat populer.
“Masuk atau turun ke dalam air” & “keluar dari air”.
Istilah ini dengan jelas terdapat dalam 2 ayat yakni Mat 3:16 : “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya” dan Kis 8:38-39 : “Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalananya dengan sukacita”
Terhadap
2 istilah ini, saudara-saudara kita para penganut paham baptis selam
selalu melihatnya sebagai penjelasan tentang cara baptisan. Fu Xie dalam
website Gereja Kristen Perjanjian Baru “Masa Depan Cerah”
(www.geocities.com) : berkata : “Ada cukup banyak petunjuk yang jelas tentang cara baptisan dalam Alkitab. Pada waktu Yesus dibaptis, dikatakan dalam Alkitab: "Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air
(Matius 3:16)." Kalau dikatakan "Yesus keluar dari air," berarti pada
saat dibaptis Dia masuk ke dalam air. Kalau hanya dipercik atau diguyur
saja, tentunya tidak perlu seorang harus masuk ke dalam air. Sewaktu
Filipus membaptis sida-sida dari Etiopia Alkitab mengatakan: "dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air,
......" (Kisah 8:38-39). Sebelum dibaptis, keduanya perlu turun ke
dalam air. Kalau hanya dipercik atau diguyur saja, maka tidak perlu
keduanya turun ke dalam air, cukup Filipus saja yang mencedok air.
Karena keduanya harus turun ke dalam air, berarti Filipus melakukan
baptisan ini dengan cara diselamkan”. Tidak ketinggalan juga Derek Prince yang berkata : “Sesudah
dibaptis Yesus segera keluar dari air… Berdasarkan logika sederhana,
kita dapat menarik kesimpulan bahwa ketika Ia dibaptiskan, Yesus
terlebih dahulu turun ke dalam air, kemudian keluar lagi dari air itu.
Apabila kita mengingat arti harafiah dari kata kerja “baptis” maka kita
tidak sedikitpun meragukan bahwa Yesus membiarkan diri-Nya dibenamkan
seluruhnya dalam air sungai Yordan”. (Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta, hal. 30)
Jika
demikian pemahamannya, berarti menurut mereka baik Yesus maupun
sida-sida dari Etiopia dibaptis dengan cara selam.(lihat juga Henry
C.Thiessen; Teologi Sistematika, hal.501) Jika
Yesus dan sida-sida dari Etiopia dibaptis dengan cara selam, seharusnya
kita pun dibaptis dengan cara yang sama. Dalam mengomentari ayat Matius
3:15 Derek Prince berkata : “Mari kita perhatikan kata
“demikianlah”, atau “dengan cara itu”. Melalui teladan yang
diberikan-Nya itu Yesus menetapkan cara atau metode baptisan yang harus
ditempuh”.(Prince, 29). Demikianlah pendapat mereka yang memegang paham baptisan selam. Semboyan mereka adalah “mengikut Tuhan dalam baptisan” (To follow Jesus in the baptism), sebagaimana apa yang dikatakan oleh P.C. Nelson :
“Ketaatan kepada Kristus menuntut bahwa kita melakukan dengan tepat apa
yang diajarkan oleh Firman-Nya dan bahwa kita tidak menggantikannya
dengan suatu “cara” lain. Dalam kesetiaan kepada Tuhan kita harus
menurut sakramen-sakramen itu sebagaimana disampaikan kepada kita oleh
para Rasul.” (Doktrin-Doktrin Alkitab, hal. 54).
Untuk
memahami dan sekaligus menguji pandangan para pemegang paham baptisan
selam ini, baiklah kita menyelidiki istilah dan ayat ini dengan seksama
dan mendalam dengan menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan biblika (analisis kata dan bahasa) serta pendekatan logika
(filosofis). Namun sebelumnya biarlah saya katakan bahwa seandainya
benar Yesus dibaptis dengan cara selam, kita tidak harus mengikuti-Nya.
Kata “demikianlah” dalam Matius 3:15 tidak menunjuk kepada
teladan dari cara baptisan seperti yang dikatakan Prince melainkan
kepada baptisan itu sendiri atau lebih tepat alasan atau motiv dari
baptisan itu. Mengapa kita tidak perlu atau tidak harus mengikuti cara
Yesus dibaptis? Jawabannya adalah karena memang pada hakikatnya baptisan
kita dan baptisan Yesus berbeda. Prince sendiri berkata bahwa baptisan
Yesus itu berbeda “kelas”nya dengan baptisan yang dialami oleh semua
orang lain yang dibaptis oleh Yohanes waktu itu. (Prince, 27).
Baptisan-Nya adalah untuk menggenapi seluruh kehendak Allah (Mat 3:15),
sedangkan baptisan kita adalah tanda dan materai dari pembasuhan dosa
oleh Roh Kudus. (Robert G. Rayburn; Apa Itu Baptisan, hal.28). Lebih jauh dari itu Rayburn berkata : “Jika
memang dapat dipastikan bahwa bahwa Yohanes membaptis dengan baptis
selam, ini tidak memberikan banyak bukti berkenaan dengan pokok bahasan
kita, karena baptisan-Nya tidak memanifestasikan baptisan Kristen.
Mereka yang telah mendapatkan baptisan Yohanes ternyata dibaptiskan
kembali ketika mereka menjadi Kristen, sehingga cara-Nya tidak menjadi
sedemikian penting dan berotoritas dalam baptisan Kristen. (ibid).
Dengan demikian ada cukup argumentasi untuk tidak mengikuti cara Yesus
dibaptis. Sekalipun demikian, marilah kita mencoba memahami kembali
istilah dan ayat yang membicarakan hal tersebut.
Pendekatan Biblika
Kata “keluar dari air” dalam Mat 3:16 dalam bahasa Yunaninya adalah "apo tou hudatos". Jadi kata “keluar dari” adalah "apo" yang secara umum diartikan “dari”.
Kata ini dipakai juga dalam Mat 3:7. Dari 109 kali penggunaan kata
depan ini dalam Injil Matius, 65 kali diterjemahkan sebagai “dari” dan hanya 10 kali diterjemahkan sebagai “keluar dari” Ada banyak bagian dalam Perjanjian Baru yang tidak dapat diterjemahkan sebagai "keluar dari” (Rayburn, 31) apalagi “keluar dari” dalam pengertian sebelumnya tenggelam. Coba perhatikan Luk 2:4 : “Demikian juga Yusuf pergi dari (apo) kota Nazaret di Galilea….” Apakah itu berarti bahwa Yusuf ‘nongol” dari dalam tanah Nazaret? Kata “apo” di sini lebih berarti “meninggalkan”. Lihat juga Yoh 11:55 : “… banyak orang dari negeri itu berangkat ke (apo) Yerusalem…”. Jelas ayat ini tidak bermaksud bahwa orang banyak itu keluar dari dalam tanah. Kata "apo" di sini sama pengertiannya dengan Lukas 2:4 yakni “meninggalkan”. Kenyataan bahwa kata yang dipakai dalam Luk 2:4 maupun Yoha 11:55 sama dengan yang dipergunakan dalam Mat 3:16, maka kalimat “Yesus segera keluar dari air” tidak
berarti Yesus “nongol” atau muncul dari dalam air (sebelumnya
tenggelam). Ayat itu hanya mau berkata bahwa setelah dibaptis Yesus
segera meninggalkan air.
Sebagai
tambahan, kita perlu mengerti juga bahwa secara hermeneutika, cerita
tentang baptisan terhadap Tuhan Yesus ini merupakan bagian yang bersifat
descriptive (menggambarkan). Dalam Alkitab ada 2 bagian yang berbeda :
(1) Bagian Kitab Suci yang bersifat Descriptive (bersifat menggambarkan).
Bagian yang bersifat descriptive adalah bagian yang berupa cerita yang
terjadi sungguh-sungguh dan bersifat menggambarkan apa yang terjadi pada
saat itu. Ini tidak boleh dipakai sebagai rumus atau hukum atau norma.
Sebagai ilustrasi, dalam hal membaca dan menafsirkan Alkitab mempunyai
persamaan dengan membaca dan menafsirkan surat kabar. Kalau anda membaca
surat kabar, dan di sana diceritakan tentang adanya orang yang terkena
serangan jantung pada waktu menonton TV, maka hal ini tentu bukan
norma/hukum di mana semua orang yang menonton TV akan terkena serangan
jantung. Baiklah kita perhatikan contoh di bawah ini : Kel 14 yang
menceritakan peristiwa di mana Allah membelah laut Teberau sehingga
bangsa Israel bisa menyeberang di tanah kering, adalah suatu bagian yang
bersifat descriptive (menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu).
Ini bukan rumus atau norma atau hukum, jadi kita tidak perlu meniru-niru
cara ini. Kis 5:18-19 dan Kis 12:3-11 menceritakan bahwa pada waktu
rasul-rasul ditangkap dan dipenjarakan, Tuhan membebaskannya dengan
menggunakan mujizat. Ini merupakan bagian yang bersifat descriptive, dan
tidak boleh diartikan seakan-akan setiap orang Kristen yang ditangkap
atau dipenjarakan pasti dibebaskan secara mujizat. Kenyataannya Yohanes
Pembaptis dipenjarakan lalu dipenggal (Mat 14:3-12); Yesus sendiri
ditangkap lalu disalibkan sampai mati, dan rasul Yakobus ditangkap lalu
dipenggal (Kis 12:2). Demikian juga dengan Yoh 11 menceritakan bahwa
Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari. Ini adalah
bagian yang bersifat descriptive, sehingga tidak boleh diartikan
seakan-akan setiap orang Kristen yang mati akan bangkit pada hari ke-4.
Ada banyak bagian yang bersifat descriptive dalam Alkitab tentang
hal-hal yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang
bukan merupakan norma atau hukum, dan karenanya tidak harus kita
lakukan. Misalnya : Yesus tidak pernah menikah/pacaran. Ini tentu tidak
berarti bahwa semua orang Kristen tidak boleh pacaran atau menikah.
Yesus berpuasa 40 hari 40 malam di padang gurun (Mat 4:1-11 Luk 4:1-13).
Ini tidak berarti bahwa semua orang Kristen harus berpuasa 40 hari 40
malam di padang gurun. Yesus dan Petrus berjalan di atas air (Mat
14:22-29). Ini tidak berarti bahwa setiap orang Kristen harus bisa
melakukan hal itu. Jadi jika hendak pergi ke Sabu janganlah berusaha
berjalan di atas air tapi naiklah perahu atau kapal. (2) Bagian Kitab Suci yang bersifat Didactic (bersifat pengajaran). Bagian yang bersifat didactic adalah bagian yang bersifat pengajaran (Yun : didakhe),
dan bisa berbentuk suatu pernyataan, janji, perintah atau larangan. Ini
adalah rumus atau hukum atau norma bagi kita. Perhatikan contoh-contoh
di bawah ini : Kis 16:31 yang berbunyi “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat”
adalah bagian yang bersifat didactic. Karena itu, ini merupakan hukum
atau norma; artinya, setiap orang yang percaya kepada Yesus pasti
selamat. Fil 4:4 yang berbunyi “Bersukacitalah senantiasa”
adalah bagian yang bersifat didactic. Ini adalah hukum atau norma bagi
kita, yang menyuruh kita bersukacita senantiasa. 10 Hukum Tuhan dalam
Kel 20:3-17 merupakan bagian yang bersifat didactic, sehingga merupakan
hukum atau norma bagi kita semua.
Setelah
mengerti tentang prinsip hermeneutika tentang bagian Kitab Suci yang
bersifat descriptive dan didactic, mari kita kembali pada peristiwa
baptisan terhadap Tuhan Yesus dalam Mat 3:16. Mat 3:16 ini jelas
merupakan bagian yang bersifat descriptive (hanya menggambarkan apa yang
terjadi), dan karena itu bukan merupakan suatu hukum atau norma. Jadi,
seandainya Yesus memang dibaptis dengan baptisan selam, tetap bagian ini
tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa kita juga harus
dibaptis dengan baptisan selam.
Selanjutnya tentang Kis 8:38-39 : “Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalananya dengan sukacita”. Untuk memahami istilah “turun ke dalam air” dan “keluar dari air” dalam ayat ini, pertama-tama
baiklah kita mengikuti arti sebagaimana yang dimaksud dalam Matius 3:16
yakni bahwa kedua kata itu hanya bermaksud bahwa Filipus dan sida-sida
itu masuk ke air dan meninggalkan air. Namun biasanya pemegang paham
baptisan selam tidak dapat menerima pengertian semacam ini. Untuk itu marilah kita meneliti ayat ini dengan hati-hati. Ada dua kalimat penting yang patut kita soroti yakni “keduanya turun ke dalam air” dan “mereka keluar dari air” (perhatikan kata bergaris bawah). Itu
berarti bahwa baik Filipus maupun sida-sida itu turun ke dalam air dan
keluar dari air. Aktivitas itu dilakukan oleh keduanya secara
bersama-sama. Jika istilah “turun ke dalam air”
berarti menyelam atau tenggelam seperti pandangan kaum pemegang paham
baptisan selam maka itu berarti bahwa keduanya harus menyelam atau
tenggelam bersama-sama. Lalu siapakah yang membaptis dan siapakah yang
dibaptis? Apakah baptisan itu terjadi di mana yang membaptis dan yang
dibaptis sama-sama tenggelam? Tentu ini tidak bisa diterima. Sebenarnya
istilah ini cukup sederhana untuk dimengerti yakni bahwa Filipus dan
sida-sida itu menuju ke air dan setelah baptisan selesai dilaksanakan,
keduanya meninggalkan air. Jadi sebenarnya ayat ini tidak memberi penjelasan apa-apa tentang cara baptisan. Louis Berkhof berkata : “Suatu
telaah yang cermat terhadap pemakaian kata depan “eis” menunjukkan
bahwa Lukas memakai kata depan bukan sekedar dalam pengertian : “masuk
ke dalam” tetapi juga dalam pengertian “ke”, sehingga sangat mungkin
kita mengartikan ayat 38 itu menjadi “dan mereka berdua pergi ke air
itu, baik Filipus maupun sida-sida tersebut dan Filipus membaptiskannya.
Dan kendatipun kata itu dimaksudkan untuk menunjukkan arti bahwa mereka
masuk ke dalam air, tetaplah belum bisa membuktikan tentang baptisan
selam sebab menurut gambar-gambar yang ditemukan dari abad-abad
mula-mula, mereka yang dibaptis dengan cara percik juga berdiri di air”. (Teologi Sistematika-Doktrin Gereja, hal. 150).
Dengan demikian jelaslah sudah bahwa istilah “turun ke dalam air” maupun “keluar dari air”, baik
yang terdapat dalam Matius 3:16 maupun Kis 8:38-39 tidak menunjukkan
apa-apa tentang cara baptisan selam. Istilah ini hanya bermaksud memberi
penjelasan pada fakta bahwa mereka pergi mendapatkan air atau menuju ke
air dan selanjutnya pergi meninggalkan air itu.
Pendekatan Logika
Setelah melihat istilah “turun ke dalam air” dan “keluar dari air” dari
segi biblika, sekarang kita perlu juga menelitinya dari segi logika.
Dalam hal ini pemegang paham baptisan selam perlu menyadari bahwa jika
sesuatu dikatakan “keluar dari air” maka
itu berarti bahwa sebelumnya ia berada dalam air (sejauh ini mereka
benar), namun jika sesuatu berada dalam air belum tentu ia tenggelam
atau ditutupi oleh air. Coba anda masuk ke
dalam sebuah bak mandi setinggi lutut anda. Dapatkah sekarang dikatakan
bahwa anda berada dalam bak atau air? Ya! Tetapi apakah anda tenggelam
di dalam bak atau air itu? Tidak! Inilah logikanya. Berada
di dalam sesuatu belum tentu tenggelam di dalam atau di bawah sesuatu
itu. Jadi sebenarnya istilah itu hanya ingin menjelaskan bahwa sesuatu
itu “berada pada”. Jika dikatakan bahwa Yesus “keluar dari air” atau sida-sida itu “turun ke dalam air”
tidak berarti mereka tenggelam dalam air melainkan hanya ingin
menjelaskan bahwa mereka meninggalkan air atau menuju ke air yang
kebetulan secara geografis letaknya sedikit lebih ke bawah dari tempat
mereka sebelumnya. Inilah logikanya. Masuk akalkan?
“Dikuburkan Dalam Baptisan”
Istilah ini tentunya diambil dari dua bagian Alkitab yakni Roma 6:3-4 : “Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan
dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari
antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup
dalam hidup yang baru.” dan Kol 2:12 : “karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan,
dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada
kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.”
Rupanya
ide tentang penguburan yang dibicarakan dalam kedua ayat ini
ditafsirkan sebagai sebuah cara baptisan dalam hal ini adalah baptisan
selam. Dalam Society for world internet Malay ditulis : “Kolose
2:12 mengatakan, "Sebab apabila kamu dibaptiskan, kamu dikuburkan
bersama Kristus sebab iman kamu kepada kuasa Tuhan yang giat, yang
membangkitakan Kristus dari kematian. "Baptisan selam ialah untuk tujuan
ini. Untuk menyaksikan kepada umum bahwa orang itu telah mati, dia
diselamkan ke dalam air. Dan ketika dia diangkat semula dari permukaan
air itu, ini membuktikan bahwa orang itu sekarang telah dibangkitan juga
bersama dengan Kristus.” (www.mission.swim.org).
dan juga Derek Prince berkata bahwa peraturan yang kita laksanakan
untuk penguburan tersebut adalah baptisan Kristen. Baptisan air orang
Kristen merupakan suatu penguburan di mana air itu menggambarkan
kuburannya.(Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta, hal.56-57).
Pastilah karena konsep seperti ini Lukas Sutrisno hendak membenarkan
praktek baptisan selam dan menolak praktek baptisan percik. Ia berkata :
“Cobalah perhatikan kata “dikuburkan”, Adakah
orang mati dikubur dengan cuma ditaburi tanah sekedarnya? Tentu akan
ditenggelamkan di dalam tanah sampai tidak kelihatan”. (www.come.to/alfa-omega).
Bagaimana
tanggapan kita terhadap pandangan ini? Argumentasi sederhana yang perlu
kita ajukan pertama kali adalah bahwa prinsip yang terdapat dalam cara baptisan selam berbeda dengan prinsip cara
penguburan dari Yesus dan juga bahwa cara penguburan Yesus berbeda
dengan cara penguburan zaman sekarang. Yesus tidak dikubur seperti
penguburan zaman sekarang di mana orang yang mati ditimbun dengan tanah.
Kuburan orang Yahudi itu hanya berupa gua yang ditutup dengan batu dan
Yesus hanya diletakkan di dalam gua itu di atas sebuah kain seperti
seseorang dimasukkan ke dalam sebuah ruangan. Jadi tubuh Yesus sama
sekali tidak bersentuhan dengan tanah apalagi tenggelam di dalam tanah?
Dengan demikian apa yang dikatakan oleh Lukas Sutrisno itu adalah sebuah
kekeliruan.. Hal ini sebenarnya sudah cukup untuk membantah pandangan
para pemegang paham baptisan selam bahwa baptisan selamlah yang
dimaksudkan dalam ayat-ayat ini.
Lebih
jauh dari itu kita juga perlu memperhatikan apa sesungguhnya yang
menjadi pokok pembicaraan dari ayat-ayat ini. Jika kita teliti dengan
seksama, maka ayat-ayat ini sebenarnya sementara berbicara tentang
masalah kelahiran kembali di mana ketika kita menjadi percaya kepada
Kristus, kita telah mati terhadap dosa dan bangkit kembali dalam hidup
yang baru. Ketika kita mati terhadap dosa, kita dibaptiskan dalam (Yun :
= eis) kematian-Nya atau kita dikuburkan dalam (Yun : = eis) baptisan. Kata depan (eis) secara sangat tepat diartikan bagi kematian Kristus. Maka kita dibaptis bagi kematian Kristus seperti
kita memakai seragam atau memakai tanda pengenal (band.Gal3:27) yang
untuknya menjadi lambang yang terlihat secara luas sebagai sesuatu yang
kelihatan. Pemikiran ini berkait dengan pengajaran bahwa baptisan adalah
materai.(Roberth G. Rayburn; Apa Itu Baptisan, hal.
51). Dengan demikian baptisan yang dibicarakan di sini adalah sebagai
gambaran dari kelahiran kembali dan kelahiran kembali hanya mungkin
dilakukan oleh Roh Kudus saja (Roma 8:9b; I Kor 12:13). Jadi
sesungguhnya baptisan dalam ayat-ayat ini lebih menunjuk kepada baptisan
rohaniah (baptisan Roh Kudus) daripada baptisan air. Louis Berkhof
berkata : “Kedua ayat ini (Roma 6:3-4 dan Kol 2:12) tidak secara langsung membicarakan baptisan dengan air. Yang dibicarakan dalam kedua ayat ini adalah baptisan rohaniah.
Ayat ini membicarakan kelahiran kembali dengan penggambaran tentang
mati dan bangkit kembali. Jelas bahwa ayat-ayat ini tidak bermaksud
menggambarkan bahwa baptisan adalah lambang dari kematian dan
kebangkitan Kristus. Jika seandainya baptisan ini dianggap sebagai
lambang, maka baptisan itu akan melambangkan kematian dan kebangkitan dari orang percaya. Tetapi karena hal ini hanyalah sebuah kiasan mengenai kelahiran kembali orang tersebut, maka perkataan ini menjadikan baptisan sebagai gambaran dari sebuah gambaran.” (Teologi Sistematika-Doktrin Gereja, hal.145).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar